“Aku mau pergi dari sini, aku tidak mau melihat Mami lagi. Aku bosan hidup seperti ini Mam, lihat saja ketika Mami membuka mata nanti pagi, Mami tidak akan pernah melihatku lagi. Seperti Kakak yang Mami sendiri tidak tahu kan keberadaanya.” Malam itu aku berbicara kasar pada Mami, karena dia tidak mau mendengarkanku. Aku hanya ingin belajar mengenai musik dan cara bernyanyi, tapi Mami justru memarahiku dengan berkata “Untuk apa kau belajar hal-hal seperti itu? Hanya akan membuatmu sengsara. Masa depanmu tidak akan bagus. Lebih baik kau belajar bermain golf dan berenang saja. Tidak ada gunanya.” Mami selalu saja menentang keinginanku, Mami hanya ingin aku seperti dirinya dan Kakek yang sudah berhasil menjalankan sejumlah perusahaan mereka. Tapi aku tidak sama dengan mereka, meskipun aku tahu aku tanggung jawab selanjutnya adalah untuku, tapi setidaknya berikanlah kebebasan bagiku.
Setelah beberapa jam aku menetup mataku dan sebelumnya telah ku masukkan baju-bajuku kedalam sebuah ransel besar berwarna coklat, aku bangun dari persegi panjang yang empuk itu. Kulihat masih pukul tiga pagi. Aku bergegas untuk segera beranjak ke pintu keluar. Untung saja Mami tidak menyuruh orang-orangnya untuk menjagaku. Mungkin dia terlalu lelah karena dia baru saja pulang dari Cina, dan bisa saja dia tidak percaya pada perkataanku. Padahal kali itu aku benar-benar bersungguh-sungguh. Akhirnya aku tiba di pintu gerbang besar itu, jalan keluar menuju kebebasan. Kulihat pak Andre penjaga gerbangku sedang mengambil kopi di dapur. Aku pun segera keluar dan merapikan gerbang itu kembali. “Untung saja Pak Andre tidak ada. Haha aku pintar sekali ya? Astaga, aku bisa keluar rumah sendiri, haha aku bebas dan aku bisa berkeliling spuasnya. Aku akan ke rumah kakak ke Korea.” Aku berkata-kata ditengah keberhasilanku. Tempat yang aku tuju adalah Korea tempat kakak laki-lakiku yang dulu juga kabur dari rumah, hanya aku yang mengetahui tempat kakaku, aku sering mengirim e-mail padanya.
Sesampainya di jalan raya, aku menaiki taxi menuju ke bandara. Setibanya di bandara, aku langsung saja membeli tike menuju Korea Selatan. Aku harus menunggu satu jam di bandara dan sekitar pukul setengah enam pagi, aku pun berangkat ke Korea. Ini adalah perjalanan pertamaku tanpa dikawal oleh orang-orang suruhan Mami. Biasanya mau berliburpun, aku selalu dikawal oleh mereka. Aku sangat menikmati perjalanan kali itu. Dengan wajah yang berseri-seri, aku minta jus jeruk pada pramugari disana, dan aku lanjutkan tidurku disana.
Akupun tiba di Korea Selatan, aku menuju keluar bandara kemudian aku mencari taxi disana. Aku tidak member tahu kakaku kalau aku akan pergi ke Korea. Aku member tahu kepada supir taxi itu supaya menuju ke rumah kakaku, Jalan Haengbok no.21. sepanjang jalan menuju rumah kakaku, aku melihat kota Seoul dengan mata berbinar, kurasakan udara kebebasan disana, apa mungkin karena aku berada jauh dengan Mami ya? “Akhirnya tiba juga di rumah kaka. Apa dia akan terkejut ya? Melihat adiknya sendirian dating kesini? Mungkin dia bahagia. Karena dia merindukanku.” Aku berkata-kata sambil mengandai-ngandai.
“Permisi,permisi.” Sambil ku ketuk pintu rumah yang terbuat dari kayu yang kokoh. Rumah kaka berada di sebuah belokkan yang cukup tajam dan disana ada tulisan Korea yang tidak aku ketahui. Krekk… ada yang membuka pintu kayu itu, dan itu adalah kakaku. “Kakak…” aku langsung memeluknya, jujur aku sangat merindukannya, setelah empat setengah tahun aku tidak melihatya. “Kanaya? Kenapa kamu kesini?” kakak bertanya dengan wajah bingung dan cemas, dia menarik lengan kananku dengan kencang sekali. “Kanaya, apa yang kau lakukan? Kau dengan siapa kesini.” “Aku sendirian kesini. Aku kabur.” “apa yang kau lakukan?? Kabur?? Astaga ya Tuhan. Kau gila?” “Kenapa kakak berkata seperti itu? Kau tidak senang dengan kehadiranku?” “Bukannya begitu , tapi yang kau lakukan itu bodoh sekali. Apa kau tidak berpikir panjang?” “Apa yang kakak katakana? Aku bodoh? Kalau aku bodoh berarti kakak lebih bodoh dariku, karena selain kakak kabur dari rumah kakak juga berkata bahwa aku bodoh.” “Bagaimana jika kau kenapa-kenapa?” “Kenapa-kenapa apanya? Buktinya aku baik-baik saja. Sudahlah kak, jangan seperti itu. Sambutlah adik kecilmu in dengan baik.” Aku saling beradu mulut dengan kakak, tapi aku bisa mengakhirinya dengan baik, kerena ku tahu dia sangat merindukanku dan sangat sayang kepadaku.
“Kakak, kau tidak berangkat kerja?” tanyaku pada kakak. “Tidak, sedang tidak ada paket hari ini.” Jawabnya sambil membuatkanku teh. Kakaku terlihat lebih besar sekarang, badanya lebih kekar, dan mata besarnya itu masih tajam seperti dulu, kumis dan janggut tipis di wajahnya membuat dia begitu gagah dimataku. Kakaku sangat tampan, buktinya di Indonesia, banyak gadis yang mau dengannya. Sedangkan aku, tubuhku tinggi,kecil, aku mirip dengan kakak rambutku keriting dan sering aku ikat ekor kuda. Tapi kenapa aku belum pernah punya pacar? Padahal aku sudah mau masuk perguruan tinggi. Aku harus menyelesaikan sekolah dulu di SMA, aku sudah kelas tiga SMA.
Karena lelah diperjalanan, aku tidur dari siang itu hingga sore tiba. Aku dibangunkan oleh kakak dan dia menyuruhku mandi dengan air panas yang sudah ia siapkan untukku. “Setelah kau mandi, kita membeli makanan di luar.” Ucap kakaku yang cool itu. “Siap bos.” Selepas aku mandi dan berpakaian rapi, aku diajak kakaku keluar rumah. Aku diajaknya menuju warung di pinggiur jalan yang menjual baso ikan, wangi sekali berada disana. Perutku yang keroncongan, kini akan terisi dengan nikmatnya baso ikan itu. “Ini baso ikan, rasanya sangat enak. Apa kau mau cuminya juga? Akan kuambilkan, ini kuah baso ikannya, minumlah, kau akan merasa hangat.” Jelas kakaku.
Seusai kami menikmati baso iakn itu, kakak mengajaku untuk pergi ke sebuah toko eskrim, dan dia membelikan es krim untukku rasa coklat stroberi. Aku senang sekali, kakak sangat perhatian padaku. Tiba-tiba setelah kami keluar dari toko itu, ada seorang pemuda bertopi baret motif garis menghampiri kami. Dia sangat tampan, dia tersenyum padaku. “Wah… manis sekali senyumannya.” Hatiku berkata. Pria tampan itu berbicara padaku, mereka berbicara bahasa Korea dan aku tidak mengerti, akhirnya cepat-cepat saja aku menghabiskan es krimku. Kemudian mereka tiba-tiba saja mmenghentikan pembicaraan.
“Dia tampan ya?’ Tanya kakak padaku. Dan aku hanya bisa menjawabnya dengan senyuman malu. “Dia berumur 19 tahun. Dia baru mau masuk universitas. Dia memintaku untuk mengambilkan paketnya dan mengirimkannya ke rumahnya. Dia itu anak orang kaya, orang tuanya adalah yang memiliki perusahaan pengiriman paket tempat kerjaku.” Wah ternyata dia tidak jauh berbeda denganku. Kita hanya berbeda 2 tahun saja. “Ka, boleh tidak aku ikut mengantarkan barang milik pria itu?” tanyaku pada kakak. “Kau menyukainya ya? Tentu saja boleh.” “Eh ka, nama dia siapa?” “Namanya Lee Hyun Woo”
Beberapa hari setelah itu, paket Hyun Wo datang dan kami pun bergegas untuk mengantarkan paket itu ke rumahnya. Aku bahagia sekali dan tidak sabar ingin melihat pria tampan itu lagi. Kami pun tiba di rumah Hyun Woo, rumahnya sanhgat besar dan kami pun dipersilahkan masuk ke dalam rumahnya. Di ruang tamu yang besar kami menunggu. Tak lama datanglah Hyun Woo dengan kemeja blue shappire dan dasi biru gelap serta celana yang ia lipat sebatas mata kaki. “Ya Tuhan keren sekali dia.” Aku berkata di dalam hati. “Hyun Woo ini paket yang kau inginkan.” Kata kakak sambil menyerahkan bungkusan berwarna hijau yang cukup besar itu kepadanya. Kemudian Hyun Woo membuka bungkusan itu, terlihatlah sebuah kotak hitam yang terbuat dari kulit, kemudian ia membukanya lagi, sebuah flute yang hitam mengkilap berada di dalam kotak itu. “Wah, sebuah flute? Aku sangat menginginkannya. Bolehkah aku memegangnga?” aku berkata pada Hyun Woo yang kemudian diterjemahkan ke bahasa Korea oleh kakaku. Hyun wo menjawab “Tentu saja boleh, apa kau juga ingin memainkannya untuk kami?” “Wah… Tentu.” Aku mengeluarkan peniup flute dari saku jaketku. “Aku punya ini, jadi kau tidak perlu khawatir peniup barumu rusak, ini adalah peniup fluteku, flutenya rsak dilempar ibuku.” Aku bercerita padanya. Ku ganti peniup Flute milik Hyun Woo kemudian ku mainkan lagu yang berjudul Let’s Not. Sebetulnya aku cukup mahir dalam bermain flute, sudah sejak SMP aku sembunyi-sembunyi berlatih flute di halaman belakang sekolah pada saat-saat waktu luang, guru olahragaku yang mengajarkannya.
“Permainanmu bagus sekali.” Kata Hyun Woo. Kakak menjawab “Dia adiku.” Sambil tersenyum bangga. “Aku kira kau bisa mengajariku memainkan flute itu. Aku masih pemula,kau akan mengajarkanku flute aku akan mengajarkanmu bahasa Korea.” Tawarnya. “Dengan senang hati, tapi kan flutenya Cuma ada satu.” Jawabku. “Kau tidak usah khawatir, aku akan memesan satu lagi untukmu, jadi dua hari lagi setelah paket flute yang satu datang, kau segeralah menemuiku di taman kota.”
Setelah flute untukku tiba, aku langsung menemui Hyun Woo. Hamper setiap hari aku bertemu dengannya. Aku disekolahkan di SMA di Seoul oleh kakakku. Dan setiap pulang sekolah aku selalu dijemput oleh Hyun Woo. Orang tua Hyun Woo juga baik padaku, jadi tak ssegan jika kami berlatih di rumah hyun Woo.
Di tempat lain, setelah kepergianku Mami marah-marah terus, dia menjadi gampang emosi. Dia menyuruh semua suruhannya untuk mencari ku. Ke setiap tempat dimana perusahaan Mami berdiri. Untung saja Mami belum mendirikan perusahaan di Korea, jadi untuk sementara waktu aku aman. Lagi pula, Mami tidak akan berani member tahu kepada media kalau aku kabur, karena di depan orang ia selalu ingin terlihat menjadi ibu yang baik.
Suatu saat, ketika aku dan Hyun Woo sedang berlatih di taman, Hyun Woo mengajakku membeli es Krim. Kemudian kami duduk di untaian tangga jalan kota, Hyun Woo duduk di sebelah kananku dan dia berkata padaku “Saranghaeyo.” Karena aku sudah agak mengerti bahasa Korea, jarena Hyun Woo mengajariku, aku kaget ketika tiba-tiba ia berkata seperti itu padaku. Pantas saja sejak dari pagi dia aneh, dia mengantarku ke sekolah, menjemputku, kemudian makan siang di sekolahku, dan sekarang mengajakku makan es krim. “Apa?” Tanyaku memastikan. “Saranghaeyo.” Oh tidak, aku sangat bahagia, dia berkata Saranghaeyo yang artinya aku mencintaimu, padaku. Aku pun menjawabnya “Saranghaeyo.” Aku menjawab iya padanya, aku sudah mengenal Hyun Woo. Pria sabar dan lembut serta sangat menghormatiku sebagai wanita.
Tapi tiba-tiba, setelah aku diantar oleh Hyun Woo ke rumah,kedua tanganku dipegang oleh kedua prang tidak dikenal kemudian aku dibawa mereka menuju sebuah Hotel. Disana aku dikurung disebuah kamar yang bernomor 2345. Tak lama kemudian terdengarlah hentakakn sepatu hak dari luar dan menuju kamarku. Ternyata itu Mami, dia menemukanku, “Mami, kenapa?” tanyaku. “Kau kaget melihat mami ada disini? Kenapa kau pergi?” “Iya aku kaget, aku pergi karena aku kesal pada Mami Karena mami tidak pernah mau mendengarkanku.” Jawabku. Suara handphone ku terdengar, kemudian Mami merebut handphone ku dan mengankat telepon itu. “Hallo Naya, ka ada dimana?” itu adalah telepon dari kakak. “Adikmu sedang bersamaku.” Jawab Mami. “Mami?” Kakak ku kaget sekali mendengar suara Mami. Mami langsung menutup telepon dari kakak, dan langsung membawaku kedalam mobil yang terparkir di depan hotel itu. Kemudian aku dibawa Mami pulang ke Indonesia, Mami tidak mau mendengar kan perkataanku sama sekali. Aku kesal dibuatnya, kapan Mami mau mendengar aku? Aku selalu bertanya-tanya dalam hati.
“Sekarang kita sudah sampai di Indonesia, kau jangan sekali-sekali lagi kabur dari Indonesia. Jika kau berani kabur lagi, mami tidak akan segan-segan lagi.” Kata mami padaku dengan nada sedikit mengancam. Pada saat itu aku sangat khawatir dengan keadaaan Hyun Woo, karena aku tidak berpamitan padanya.
Tiga bulan sudah berlalu, aku tidak pernah keluar rumah lagi, dan aku pun mencoba menemui Mami, “Mam, aku ingin ke Korea lagi.” Kataku. “Apa? Kau itu apa-apaan sih?” jawab Mami. “Aku hanya ingin mengatakan sesuatu pada seseoranng disana,dan aku ingin meminta maaf padanya. “Siapa orang itu?” “Dia adalah Lee Hyun Woo, kekasihku di Korea.” “Astaga, kau punya kekasih? Kau tahu jika kau berpacaran sekarang, kelak kau tidak akan berhasil sama sekali.” “Mam, kenapa sih Mami selalu bilang kalau semua yang ku lakukan itu tidak akan pernah berhasil, apa itu doa Mami untukku? Mami tahu tidak perasaanku saat ini? Aku pergi ke Korea hanya untuk minyta maaf padanya, aku tidak seperti Mami yang tidak pernah merasqa bersalah pada siapapun.” “Apa yang kau katakana? Mami mu tidak seperti itu.” “Kalau Mami tidak eperti itu, Mami akan memiliki perasaan dan akan mengizinkanku pergi ke Korea. Aku berjanji, selepas aku meminta maaf padanya, aku akan kembali ke Indonesia dan menjadi milikmu.” Jawabku. Akhirnya Mami mengizinkanku pergi ke Korea.
Di perjalanan menuju Korea, aku sangat sedihg sekali mengingat Hyun Woo yang sudah 3 bulan aku tinggalkan tanpa kabar, aku masih ingat hari dimana ia berkata bahwa ia mencintaiku, dan hari dimana juga kami bertemu. Sesampainya di Korea aku langsung pergi ke rumah Hyun Woo, dan kulihgat Ibunya Hyun Woo sedang duduk di ruang tamu sambil memandangi flute. Lalu kuhampiri beliau, “Bu?”. “Naya? Kemana saja kau? Hyun Woo selalu menunggumu.” “Maafkan aku Bu, aku harus pulang ke Indonesia. Mamiku menjemputku.” Aku bertanya-tanya, dari tadi aku tidak melihat Hyun Woo. “Bu, ka Hyun Woo kemana?” aku bertanya pada Ibunya. Tapi ibunya malah menangis tersedu-sedu sambil kemudian memelukku erat-erat, “Hyun Woo, Hyun Woo, sudah tidak ada.” “Maksud ibu?” aku semakin beretanya-tanya. “Tanggal 2 Oktober kemarin, dia meninggal. Dia sakit, karena dia selalu menunggumu di taman dan kesdinginan, apalagi, dia selalu mwenunggumu sambil makan es krim.” Ya Tuhan, apa yang aku lakukan, Hyun Woo rela seperti itu, sedangkan baru kali ini aku menemuinya.
Akupun langsung lari keluar rumah dan menuju bandara, aku tidak ingin pergi ke makam Hyun Woo, aku tidak kuat menahan rasa sedih ini. Aku merasa sangat menyesal, aku juga harus kehilangan orang yang sangat aku sayangi. Aku pun pergi ke bandara dan di bandara aku dicegat oleh Kakak. “ “Kanaya.” Kakak memeluku erat sekali. Kakak mengajakku untuk bersamanya, tapi aku tidak bisa, aku sudah berjanji pada Mami. Dengan berat hati, kakak pun melepaskanku. Kemudian aku kembali ke Indonesia.
Hari-hari ku, kulalui seperti biasa di Indonesia, aku adalah tahanan no.1 di rumah ku sendiri. Aku selalu menuruti perkataan Mami. Dan aku tidak pernah bermain musik lagi, dan aku selalu merasa bersalah pada Hyun Woo. Dia adalah kakak tampan pemain fluteku. Aku tidak akan pernah melupakan cinta pertamaku. Sedangkan Mami hanya sibuk dengan pekerjaanya tanpa mau mengerti aku sedikitpun, dan tidak ada perubahan darinya.

Unsur Intrinsik :
Judul :
Mami dan Kakak Pemain Fluteku
Tema :
Balada percintaan
Latar :
Rumah Kanaya (kamar dan gerbang), Bandara, Pesawat, Rumah Kakak, Rumah Lee Hyun Woo, taman kota Seoul, toko es Krim, warung pinggir jalan.
Penokohan :
Kanaya : bertekad keras, tidak ingin dikekang, bertanggung jawab, baik hati.
Mami : perfecsionis, mau menang sendiri, egois.
Lee Hyun Woo : baik hati, ramah, penyabar.
Kakak: baik, penyayang dan lembut.
Ibu Lee Hyun Woo : pengertian, baik.
Amanat :
Jangan pernah pantang menyerah.
Janganlah menjadi orang yang egois.
Bersabarlah dalam menghadapi semua masalah.
Beranilah bertanggung jawab.
Sudut pandang :
Orang ketiga orang lain.